martes, 22 de diciembre de 2015
Memukul Dengan Kepekaan (article published in KOMPAS, November 9th 2015)
This is the article I wrote, commissioned by KOMPAS and published November 9th, about Harry Murti, a master builder of drums & percussion instruments. His contribution, together with the students and members of Jakarta Drum School during my opera CLARA last year was so crucial, and they are participating again in my next opera of next year, Tumirah, Sang Mucikari. Some numbers of this new opera will be performed during the Jakarta New Year Concert on January 10th, at Titan Center, Bintaro, sung by the same vocalists of the actual complete opera next year. The title of this article means "Hitting with sensitivity" :) . .............................................................................................................................................
Memukul Dengan Kepekaan .............................................................................................................................................
Musik pada saat ini seringkali hanya dianggap sebagai "peran pembantu", dalam pertunjukan teater atau ilustrasi film. Dari keseluruhan itu, ada segmen di orkes / grup musik yang lebih dianggap sebagai "latar belakang" saja, yaitu bagian drums dan perkusi. Perkusi adalah segmen dari keseluruhan orkestrasi yang mungkin paling disalah-pahami oleh penonton awam. Fungsinya sering dianggap semata-mata sebagai "penentu/penyokong ritme" padahal sebetulnya (bisa) jauh lebih dari itu. Bahkan drummer dan pemain perkusi sering diejek sebagai "tukang pukul" di orkes. Kenyataannya, perkusi juga punya "warna", dan warna itu bisa menentukan suasana / ekspresi yang sangat sutil, baik ditengah keriuhan para penggebuknya maupun sewaktu dimainkan dengan sangat lembut (ya, ya, perkusi itu bisa berbunyi sangat lembut dan indah!). Dan di aspek ini lah saya salut dengan Harry Murti, seorang master-builder (pembuat instrumen) drum Indonesia yang telah diakui dunia. Untuk berbagai alat perkusi, kayu birch dan maple adalah yang biasanya dipakai sebagai bahan, dan Harry telah menunjukkan kayu-kayu dari pohon di Indonesia yang menawarkan warna dan resonansi yang berbeda: Jati, Sungkai, Makassar Ebony, Bengkirai, Mahogany, Cherry, selain bambu. .............................................................................................................................................
Harry Murti mulai bermain drum di sekolah dasar [1977], dan setelah sekitar bermain 5 tahun mulai melakukannya dengan serius - ia membentuk band, menjadi session player, dll, tapi sebetulnya ia selalu tertarik pada suara itu sendiri. Teknik bermain penting untuk belajar, tapi justru banyak musisi tidak sensitif terhadap suara instrumen itu. .............................................................................................................................................
Sebagai seseorang yang terobsesi, cinta Harry Murti terhadap musik perkusi mendorongnya untuk belajar bagaimana membuat drum itu sendiri. Sebagai seorang "master builder" otodidak, alat perkusi berkualitas tinggi yang diproduksinya menggunakan kayu Indonesia, yang membuatnya memiliki suara yang unik. Bersemangat untuk berbagi pengetahuan musik, Harry juga menciptakan sebuah sekolah musik khusus untuk perkusi, Jakarta Drum School. .............................................................................................................................................
Seperti kebanyakan musisi tahu, instrumen yang berkualitas, dalam hal ini drum dan alat perkusi lainnya itu mahal. Ketika kita pergi ke sebuah studio latihan, kita tidak bisa semata-mata mencatat atau mengingat untuk meniru apa yang kita dengar karena hal itu tidak bisa memproduksi nada yang kita cari -- itu semua harus dipraktekkan, dilatih, dan berkali-kali. Setelah meneliti, Harry menemukan bahwa kayu adalah aspek penentu yang besar dalam kualitas bunyinya, bukan hanya jenis kayunya, tapi juga bagaimana pengolahannya. Harry tentu saja ingin membuat instrumen yang bagus, tapi pada mulanya tidak punya uang bahkan kesabaran untuk menabung -- mengapa hanya orang dengan uang berlimpah yang dapat membeli alat yang bagus? Sejak itu, Harry memutar otak. .............................................................................................................................................
Harry mulai belajar drum itu sendiri melalui majalah dan berdiskusi dengan berbagai orang yang ia temui selama kunjungannya ke NAMM [National Association of Music Merchants, sebuah tradeshow musik]. Selama melalui kuliah aeronautika, kemudian kerja dan menikah, ia mulai bereksperimen membuat drum. Saking bergairahnya, ia mencapai titik di mana ia keluar dari pekerjaan untuk melanjutkan penelitian, ketika ia menyadari bahwa mengkonstruksi berbagai jenis drum adalah jalan hidupnya. Ia membeli drum dengan berbagai ukuran hanya untuk membongkar, menggergaji kayunya guna menganalisa secara mendetail. Ini tentu membuat orangtua dan istrinya resah, karena praktis Harry tidak dapat memasukkan uang untuk keluarganya. Tapi setelah kelihatan hasilnya, satu mukjizat terjadi, seperti yang diceritakan Harry kepada saya. Suatu hari, pada pukul 9 pagi, ibunya yang sakit memanggilnya. Ia akhirnya merestui apa yang dikerjakan anak lelakinya, serta memberinya modal membangun studio. 3 jam kemudian, di tengah hari, sang ibunda wafat. .............................................................................................................................................
Karena ia memiliki latar belakang bidang aeronautika yang dipelajarinya di perguruan tinggi, ia punya lumayan banyak pengetahuan teknis. Setelah ia memiliki pemahaman dasar tentang instrumen, setiap kali ada teman yang memerlukan memperbaiki drumnya, Harry menawarkan jasa untuk memperbaikinya. Ini memberinya kesempatan untuk bereksperimen lebih lanjut tentang aspek-aspek yang berbeda. .............................................................................................................................................
Selama dua tahun ia tidak bekerja, studio "Harry's Drum Craft" yang ia bangun bisa menghasilkan uang sehingga ia bisa tetap fokus pada minatnya. Ia sudah berhasil membuat beberapa drum yang dimainkan pada saat itu, walaupun tidak sampai pada kualitas yang ia inginkan. Sambil membangun studio latihan ia melihat bahwa salah satu pekerja konstruksi, Dali, memiliki keahlian yang besar - dia menaruh perhatian terhadap detail dan konsisten dengan pekerjaannya. Ketika studio selesai dibangun, Harry mendekatinya dan bertanya apakah ia mau membantunya menjadi asisten membuat drum. .............................................................................................................................................
Selama 2 atau 3 bulan kedepannya, Dali dibayarnya hanya untuk melihat, mengamati dan mempelajari cara Harry membuat drum, baru 6 bulan berikutnya ia mulai membuat drum bersama Harry sampai dia mampu membuat drum dengan bimbingan minimal. Setelah sekitar 2 tahun, mereka akhirnya mencapai titik di mana mereka berdua puas dengan produk akhir. .............................................................................................................................................
Kini Harry adalah salah satu kurator yang diseleksi oleh Global Project yang berbasis di Amerika Serikat. Para Master builder Dunia di pilih oleh kurator independent yg sudah qualified. Global project adalah project indie para Master builder Dunia yg ingin berbagi dgn drummer2 yg tidak mampu secara finansial untuk bisa tetap merasakan Drum/snare dgn kualitas high quality. .............................................................................................................................................
Saat ini ada 22 Master builder yg terpilih, dari Amerika Serikat, Inggris, Skotlandia, Australia dll., dan dari Asia sementara ini hanya dari Indonesia yaitu Harry's Drum Craft. Ini adalah pengakuan terhadap HDC sebagai Master Builder Drum di dunia.
Disitu setiap Master Builder akan memberikan satu unit snarenya yg terbaik untuk dipamerkan dan dilelang atau langsung diberikan kepada calon2 drummer2 yg berbakat atau bisa membuktikan perjalanan karir yg panjang di dunia drum tetapi belum beruntung secara financial yg akhirnya tidak mampu untuk membeli drum yg bagus.
Bulan Desember ini para master builders dan drummers penerima donasi akan berkumpul di New York City. .............................................................................................................................................
Ritme dan Warna dari Pemerkosaan .............................................................................................................................................
Seni datang dalam bentuk yang berbeda-beda. Dalam seni visual anda dapat melihat warna, bentuk, dan ukuran, tapi bagaimana anda menggambarkan suara? Hal ini tidak dapat dilihat, tidak dapat disentuh, tapi dapat dirasakan. Harry mendengarkan berbagai musik sejak ia masih sangat muda - dari Chick Corea, Saga, Genesis, Rush, sampai Casiopea - dan apa yang ia pelajari adalah bahwa drum-set yang berkarakter kuat dapat mewakili karakter dan ekspresi sang musikus. Suara drum yang baik mengilhami dan memotivasi kita untuk bermain, suaranya sesuai dengan musik yang kita cari untuk mengkomunikasikannya ke publik. Ingat, musik lahir dari satu aspek, yaitu ritme. Dia datang jauh sebelum yang lainnya: melodi, harmoni dll. Bahkan ritme lah yang membuat kita hidup, karena detak jantunglah yang mengiringi kita sampai mati. Ritme lah yang memotivasi kita untuk bergerak, dan melahirkan aspek-aspek musikal lainnya. .............................................................................................................................................
Kalau ada satu elemen yang mempertemukan Harry Murti dan saya, elemen itu adalah ... perkosaan. Nanti dulu, pembaca, Harry dan saya tidak memperkosa siapa-siapa kok. Tapi adegan pemerkosaan sebagai klimaks di opera saya CLARA itulah yang mendorong saya mengundang Harry dan rekan-rekannya dari Jakarta Drum School (JDS) untuk mengisi musik di adegan itu, selain beberapa adegan lainnya. CLARA menceritakan pemerkosaan terhadap wanita-wanita keturunan Cina di masa kerusuhan Mei 1998. Kerjasama itu terbukti sangat berhasil. CLARA terpilih menjadi Karya Seni Pertunjukan terbaik 2014 oleh majalah Tempo, dan selain hal itu berkat kekinclongan JDS, saya harus sebut juga bahwa penonton dan pengamat juga memberi pujian tinggi kepada para penyanyi utama Isyana Sarasvati yang memerankan Clara dan Widhawan Aryo Pradhita sebagai Polisi korup dengan nilai artistik yang sangat berkelas. .............................................................................................................................................
Harry memiliki keinginan yang sebetulnya sama dengan keinginan saya di dunia gamelan. Negara kita itu sebetulnya negara tetabuhan. Ada tifa, kenongan dll., dan kami bermimpi bahwa instrumen-instrumen tersebut dapat secara mudah berintegrasi ke grup-grup atau orkes yang "standar". Untuk itulah kita perlu standardisasi, dalam tonalitasnya dan dalam terminologi setiap instrumen, sehingga bisa praktis ditulis dalam partitur / notasi. Mungkin banyak yang masih belum tahu, bahwa kesulitan tertinggi mengintegrasi sebuah kelompok gamelan dengan orkes simfoni "barat", misalnya, bukanlah membuat musiknya supaya tidak menjadi "tambal sulam", tapi menyamakan tonalitasnya dengan instrumen barat yang sudah fix, A adalah 440 Hz. .............................................................................................................................................
Kesuksesan CLARA juga yang membuat Harry dan saya justru tidak puas. Berarti kita harus kolaborasi lagi! Februari tahun depan jika semua lancar, kami akan kerjasama lagi di opera saya yang terbaru, "Tumirah, Sang Mucikari". Seperti CLARA, ini juga saya adaptasi dari naskah hebat Seno Gumira Ajidarma. Kali ini pemeran utamanya adalah Artidewi, penyanyi jazz yang juga berteknik dasar klasik menjadi Tumirah (sebetulnya semua penyanyi --dan pemusik-- yang bagus itu saya percaya karena teknik dasarnya dari aliran klasik, sih), sedangkan para soprano terbaik Nusantara seperti Mariska Setiawan dan Evelyn Merrelita akan jadi "para pelacur"nya. Lagi-lagi akan ada adegan pemerkosaan, kali ini terhadap para pelacur, dan disitu JDS akan berperan besar lagi untuk membangun suasana yang sangar, buas sekaligus mencekam. Seperti juga di CLARA, mereka bukan hanya sibuk memukul drums dari berbagai macam ukuran dan jenis, tapi juga ikut acting. Dan jangan salah, acting sebagai pemerkosa itu tidak gampang, tapi lebih sulit lagi membuat musik yang bisa pas dengan koreografi pemerkosaan itu, untuk membuatnya tidak vulgar. Baik Tumirah maupun Clara adalah luapan kegelisahan saya terhadap isyu kemanusiaan yang masih begitu rendah dihargai oleh pemerintah Indonesia, terbukti dengan belum terselesaikannya pembunuhan Munir, kerusuhan 1998, bahkan kejadian 1965 dan masih banyak lagi. Apakah musik bisa mengubah dunia? Tidak usah dunia deh, negara saja cukup, satu negara saja. Atau, cukup beberapa politikus yang berhati keras dan berdarah dingin. Apa musik bisa menggetarkan nurani mereka? Mungkin tidak, tapi musik bisa memberi harapan. Saat kita ingin mengekspresikan sesuatu yang terlalu dalam untuk disampaikan dengan kata-kata, hanya musik yang dapat melakukannya. Dan ekspresi itu salah satunya adalah harapan yang tersimpan. Tanpa harapan, buat apa hidup ini?