lunes, 19 de abril de 2010

An introduction ... in Indonesian

This time it is in Indonesian, since I am pasting my introduction to the concert in Surabaya (Cak Durasim Hall) which will be held on May 2nd (in two weeks!) where musicians in that city will work with me in performing my music. And yes, I will perform too, some solo pieces and as the accompanist in my big work for choir and piano, "Choral Fantasy". So, here it is:


Seorang pelukis berkomunikasi langsung dengan publik lewat lukisannya, begitu pula seorang penulis dengan karya tulisnya, baik itu berupa prosa, puisi atau essay. Tapi seorang komponis membutuhkan perantara untuk dapat berkomunikasi dengan publik. Kebetulan saya, seperti umumnya para komponis lainnya, bisa memainkan satu instrumen dalam hal ini piano sehingga bisa "menyampaikan" karya saya sendiri, tapi bagaimana dengan ratusan karya musik vokal saya, misalnya? Atau karya saya untuk string quartet ataupun paduan suara? Dalam sejarah, pemain biola J. Joachim sangat berjasa dalam memperkenalkan karya-karya J. Brahms kepada publik, pemain cello M. Rostropovich untuk karya-karya Britten atau Shostakovich.

Itu sebabnya acara yang diselenggarakan oleh Amadeus Performing Arts bekerjasama dengan Brillante Enterprise ini membuat tonggak sejarah di Indonesia. Belum pernah diadakan event seperti ini di Indonesia, dimana seorang komponis menjadi "composer-in-residence" yg selama beberapa hari secara intensif memberikan masukan langsung kepada para pemain yang memainkan karyanya untuk menceritakan latar belakang penciptaan karya itu dan berdiskusi untuk mencapai suatu interpretasi yang merupakan "sinergi" dari komponis dan sang interpretator. Tidak seperti yang dikira banyak orang, kertas partitur sangat jauh dari cukup untuk menuangkan inspirasi dan ekspresi sang komponis; itu hanya indikasi dari sekitar 60-70% dari apa yang komponis inginkan untuk berekspresi. Sisanya tergantung dari bagaimana sang musikus "mengerti" kemauan sang komponis dan mengekspresikannya ke publik.



Musik mempunyai keistimewaan dibandingkan karya seni lainnya. Sebuah lukisan atau novel tidak berubah sepanjang zaman, tapi satu karya musik terus diperkaya oleh interpretasi para musikus yang memainkannya. Saya selalu merasa bahagia dan berterimakasih setiap kali mendengarkan seorang musikus memainkan karya saya, karena berkat dia lah saya melihat interpretasi serta sudut pandang yang berbeda dari karya saya sendiri. Setiap musikus memberi kontribusi dalam menunjukkan aspek-aspek yang saya sendiri sebagai komponis tidak mengenalnya. Pendek kata, ini adalah bukti bahwa musik adalah suatu bentuk komunikasi antar manusia ; tiap kali kita berhubungan dengan orang lain, kita jadi mengenal diri kita sendiri lebih baik.

Usaha "Amadeus" dan "Brillante" ini, saya yakin, telah menggores sejarah baru dalam dunia musik sastra Indonesia. Dan seperti biasanya, mengerjakan suatu hal untuk yang pertama kali itu sangat sulit, tapi berkat usaha dan jerih payah mereka yang luar biasa, akhirnya masyarakat Surabaya dapat menikmatinya. Semoga kerjasama organizers, para musikus dan saya sebagai komponis yang pertama kali di Indonesia ini bukan yang terakhir kalinya, dan akan diikuti oleh orang-orang lain yang mempunyai visi yang jauh seperti mereka yang terlibat di event besar ini. Saya sendiri, dari lubuk hati yang dalam, sangat mengagumi usaha para musikus dan organizers yang sangat membanggakan dan tidak ternilai ini. Bravissimo!